Rabu, 02 Februari 2011

better late than never

Bandara Soekarno Hatta
Beberapa jam lagi aku meninggalkan negeri tercintaku ini demi sebuah pekerjaan. Demi sebuah masa depan yang dulu tidak pernah bisa kubayangkan. Fiuh…. bagaimana mungkin, burung kecil yang dulu bersayap lemah itu kini bisa terbang jauh bahkan hingga sejauh ini.
Semuanya berawal dari proses.
Burung kecil akan tumbuh dewasa. Dengan bantuan waktu, sayap-sayapnya yang lemah akan berubah menjadi kokoh. Dengan latihan dan pengalaman terbang yang dimilikinya maka kepakan sayapnya akan mampu membuatnya terbang jauh. Sekali lagi, semua karena proses. Proses panjang membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Aku menarik nafas dan menghembuskannya lagi. Teringat masa-masa 2 tahun  yang lalu. Masa-masa sebuah kenyataan menyadarkanku. Sebuah penyesalan menghantuiku. Sebuah pengharapan mengajakku berlari. Dan kerja keras harus dimulai saat itu.
“Iya, memang di beberapa perusahaan, interview sudah menggunakan bahasa inggris. Jadi, itu alasan kamu ingin belajar inggris?” Tanya seorang pria yang duduk dihadapanku. Usianya 29 tahun, berperawakan tinggi besar dan masih lajang. Namanya Afrizal, dialah guru privat inggrisku.
Aku menggeleng. “Mmm…iya sih, interview zaman sekarang emang pake bahasa inggris. Dan aku juga pengen dapet kerjaan yang jauh lebih baik kalo bisa bahasa inggris.  Tapi bukan itu alasannya.” Mau nggak mau dan pada akhirnya, kita harus jujur mengakui bahwa dunia kerja akan memandang mereka-mereka yang mempunyai keahlian lebih. Era Globalisasi menuntut setiap orang harus berlomba-lomba memperbaiki kemampuannya. Dia yang giat belajar, dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang datang. Maka, dialah yang menang.
Mmm.. tapi untuk kali ini. Bukan itu yang aku cari. Bukan itu alasanku bersemangat belajar bahasa inggris.
“Trus kalo gitu apa alasan kamu nggie?” Tanya Pak guruku ingin tahu.
“Aku pengen ngejar cita-cita Mas.”
“Great. Apa cita-cita kamu?” Senyum mengembang dibalik bibir pak guruku.
“Punya pacar bule,”  sahutku apa adanya.
Dia tercengang. Wajahnya membentuk mimik ‘Oh My God’. Dia menepuk keningnya, mungkin pusing sendiri. “Cita-cita lo aneh banget,” lanjutnya sambil tertawa.
Yah, itulah kenyataannya. Seaneh apapun, itulah cita-citaku dan aku akan berusaha sekuat tenaga untuk bisa mendapatkannya. Bahasa Inggris bahasa yang penting, begitu pula untukku. Karena bagaimana aku bisa mendapatkan pacar bule kalo bahasa mereka saja tidak kumengerti.
Saking terobsesinya aku dengan cowok bule, aku jadi mempunyai semacam hobi. Chatting dengan cowok-cowok bule di situs omegle. Tapi karena aku tidak bisa bahasa inggris maka aku selalu mengandalkan google translate (100% kupasrahkan hidupku padanya) untuk memanduku mengobrol dengan orang-orang asing tersebut.
Seperti inilah gaya chattingku kala itu.
Stranger :Hi
Me: Hi
Stranger : ASL (baca: Age, Seks, Location)
Me: 25 F Indonesia. U? (baca: 25, Female, Indonesia)
Stranger : 22 M India
Aku terdiam. India? Sebetulnya dari dulu aku ingin bertanya, apakah dalam kehidupan sehari-hari orang-orang India sama seperti di filmnya. Selalu bernyanyi dibalik pepohonan setiap kali menjalankan aktivitasnya. Ketika jatuh cinta mereka bernyanyi dan menari. Sedang merasakan kesedihan, lagi-lagi bernyanyi dan menari. Ada masalah pun juga demikian.
Berbeda sekali ya dengan orang Indonesia. Setiap kali menghadapi masalah cenderung melarikan diri ke makanan. Masalah belum selesai tapi bentuk tubuh melebar.
Aku mengurungkan niatku untuk bertanya demikian. Bukan karena aku takut untuk bertanya. Tapi ribet menuliskan kata-katanya. Terlalu tinggi buatku. Lebih baik aku bertanya hal lain saja, yang ringan seringan kerupuk kulit.
Me : Do u know Bombay onion?
Stranger : Ya
Me : Do u know bajaj?
Stranger: Ya
Aku masih beruntung kali ini, karena perkenalan akhirnya berlanjut ke Facebook. Tapi coba untuk kasus yang satu ini…
Stranger : Hi
Me : Hi. ASL?
Stranger : 30 M USA. Do u like pussy?
Banyak bintang di atas kepalaku. Pertanda bingung. Pussy artinya apa? Semacam binatang kesukaan kayaknya ( gaya sok tahu). Sebetulnya aku tidak menyukai binatang. Tapi daripada mengecewakan, lebih baik dijawab.
Me : Dog. U?
Stranger : Oh, jesus Christ. What the hell?
Stranger : Pussy itu semacam cat. GBU
Selanjutnya…DISCONECT…
Dia pergi tanpa pesan. Menyedihkan…
Dari kejadian-kejadian itulah, aku memutuskan untuk…. sudah saatnya aku les. Ingin pintar maka harus belajar, begitu kata-kata iklan multivitamin yang pernah aku dengar. Dan demi cita-cita aku mau belajar. SEMANGAT!!!!

“Ok. Kita mulai lesnya dari mana? Dari dasar banget atau dari setinggi ini?” Pak guru Afrizal meletakkan tangannya di lantai lalu meletakkan tangannya 1 meter diatas lantai untuk menunjukkan tingkatan yang akan kami pergunakan untuk memulai sesi pelajaran kami.
“Dari dasar aja,” sahutku mantap.
“Oh my God,” seru Pak Guru tertawa.
Aku juga ikut tertawa. Yah, inilah aku, cewek berusia 25 tahun yang hanya mengerti bahasa betawie saja dalam hidupnya. So what??? Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Seperti buku karya David J Schwartz berjudul The Magic of Thinking Big yang pernah kubaca. Bahwa usia produktif manusia hingga mencapai 60 tahun. Jika sekarang aku berusia 25 tahun, maka aku masih memiliki 35 tahun lagi masa-masa produktif. Dan itu bisa aku pergunakan untuk melakukan banyak hal, bukan? Segala sesuatu tidak pernah terlambat. Usia hanya bilangan angka. Tapi semangat dan kerja keraslah yang pada akhirnya menentukan hasilnya.
“Ok, kalo begitu kita mulai aja ya?” lanjut Pak Guru bersiap memulai pengajarannya.
Akhirnya pelajaran pun dimulai dari tingkatan paling bawah. Dari cara mengucapkan I, you, they, she, he. Awalnya aku kesulitan untuk mengucapkan kata-kata they dan the. Tiap hari aku latihan. Persis orang bodoh. Tapi tidak masalah, segala sesuatu ada prosesnya. Dan inilah proses yang harus aku hadapi. Bukankah untuk menjadi kupu-kupu yang indah, ulat harus melewati beberapa tahapan terlebih dahulu?
Latihan membuat sempurna. Itu mungkin yang aku alami juga. Aku pun berhasil mendapatkan kata-kata great dan good dari pak guru setelah berhasil mengucapkan kata-kata tersebut.
Satu tahun aku belajar bahasa inggris. 1 hal yang aku sadari sekarang. Ketika kita menyukai segala sesuatu yang kita kerjakan… maka segala sesuatunya akan terasa lebih ringan. Dulu ketika sekolah, aku membenci pelajaran yang sekarang mulai kusukai ini. Setiap pelajaran ini datang, ingin rasanya aku kabur dan pergi sejauh-jauhnya dari kelas dan sekarang aku sesali itu. Kenapa aku sia-siakan kesempatan dari tuhan waktu itu? Bukankah banyak anak diluaran sana yang ingin bisa sekolah tapi kesempatannya tidak ada. Sesuatu akan sangat berguna dan berharga ketika kita memerlukannya. Dan itulah yang aku alami saat ini. Aku haus dan butuh sesuatu hal yang dulu pernah kubuang.
Hidup harus tetap berjalan. Maafkan segala masa lalu kita demi masa depan yang jauh lebih baik, itu kata Pak guru. Maafkan, maafkan saja masa laluku, dimana pada saat itu aku pernah menyia-nyiakan kesempatan yang datang padaku. Dan aku benar-benar berusaha memaafkannya walaupun itu susah.


Mimpiku pun terwujud. Akhirnya, aku berhasil memiliki pacar bule. Namanya Damian, kewarganegaraan Prancis. Sepupuku yang mengenalkanku padanya. Sepupuku adalah teman 1 kerja Damian. Yang aku lihat dari sosok Damian adalah orang yang baik, ramah, pintar, romantis dan satu lagi yang sayang dilewatkan, dia GANTENG. Yippie..keturunanku pasti hasilnya nanti bagus. Aku bersorak bahagia, hasil belajar bahasa inggris membuahkan hasil.
Tapi, aku kurang beruntung dalam hal ini. Itu semua tidak berlangsung lama. Aku merasa ada yang aneh dari dalam diri Damian. Aku merasa hanya dijadikan topeng. Kamuflase. Aku curiga dia menyukai sepupuku. Beberapa kali aku melihatnya menatap sepupuku dengan pandangan berbeda. Penuh cinta. Dan ketika aku sedang mengobrol dengannya bahan pembicaraan kami cenderung terarah kepada sepupuku itu. 
Ternyata aku tidak pernah berarti dihatinya.
Aku terhempas. Hatiku sakit ketika menyadari Damian seorang Gay. Dia menyukai sepupuku. Demi menutupi perasaannya itu, dia berpura-pura menyukaiku. Berbulan-bulan aku melupakan sakit hatiku ini dengan terus bekerja. Aku sudah tidak tahu lagi kabar mengenai Damian. Tapi yang aku dengar Damian sudah kembali ke negaranya. Hatinya hancur  karena sepupuku menolaknya.
Hhhh…tidak peduli dari mana negaranya, semua cowok pada dasarnya sama. Mudah menyakiti hati perempuan. Cowok lokal atau impor sama saja. Seharusnya dari hati kita menilainya. Don’t judge by a cover, itu benar adanya.
Aku tidak pernah menyesal sudah belajar bahasa inggris, karena semua ilmu pasti berguna. Ilmu tidak akan pernah habis digerus waktu. Mungkin aku tidak berhasil mendapatkan pacar bule, tapi berkat kemampuan bahasa inggris yang kumiliki, aku mendapat tawaran pekerjaan yang bagus sekarang. Sofitel Goal Coast Broadbeach adalah nama Hotel di Queensland, Australia yang menarikku kesana. Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini pada dasarnya indah. Tergantung dari mana kita memandang dan menyikapinya.

                                                            ***

Tidak ada komentar: