Sabtu, 06 Juli 2013

KEPO

Aturan hidup sebagai wanita single di Indonesia...
Apakah sedemikian sulitnya? Sedemikian mengganggu masyarakatnya, apabila ada seorang wanita yang berusia dewasa (katakanlah mendekati usia 30 bahkan lebih) yang belum menikah itu hidup dan tinggal di tengah-tengah mereka? Kenapa ya makin banyak sekali manusia-manusia KEPO (selalu ingin tahu urusan orang) dimuka bumi ini. Apa kalian tidak memiliki hal lain yang bisa diurusi selain “si wanita single berusia matang” itu?
Katakanlah saya marah kali ini. Ya, saya marah. Karena saya mulai jengah, muak dan benci dengan kata-kata yang mengatakan begini “Inget, umur udah mulai berapa. Pikirin itu.” Hei….so what ya? Apa masalah anda dengan mengurusi hidup saya? Toh saya tidak pernah meminta uang dari anda. Tidak pernah menganggu anda. Anda mau melakukan apa saja, mau jungkir balik kek, kayang, salto bahkan melakukan aksi topeng monyet sekalipun apakah saya pernah mengurusi?
Oke, katakanlah pada akhirnya saya menikah, lalu terjadi masalah dengan rumah tangga saya, apakah kalian peduli? Apakah kalian membantu? Apa yang akan kalian lakukan? Apa?!!! Sebuah empati dari kalian tidak akan menyelesaikan apa-apa. Tidak akan cukup mengembalikan sebagian hidup saya yang hancur.
Saya muak, ketika ada salah seorang teman memaksa saya berkenalan dengan sepupunya. Saya katakan “saya-sedang-tidak-ingin-berpacaran” rupanya seorang teman itu tidak mengerti. Dia lantas mengatakan “iya, tapi apa salahnya dicoba dulu? Umur kamu udah berapa?”. Lagi-lagi sebuah paksaan dengan mengatasnamakan usia. Saya benci dan saya pun jawab dengan malas. “Ya…Terserah kalau sepupunya sabar. Aku ga mau menjanjikan apa-apa”
Saya pun akhirnya dikenalkan dengan sepupunya. 3 hari setelah perkenalan itu sebuah SMS pun masuk “tahun ini kita tunangan dulu ya. Tahun depan baru nikah. Kamu bersedia ga?”. What?!! Apa-apaan nih. Hei bung, anda tinggal dibelahan bumi bagian mana? Kalau cara PDKT anda seperti ini dijamin cewek-cewek bakalan lari ketakutan.
Mereka-mereka yang sudah berpacaran bertahun-tahun saja masih berpikir untuk memutuskan menikah, apalagi saya, yang baru 3 hari mengenal anda. Menikah itu bukan layaknya anda membeli perabot rumah tangga dimana ada masa garansinya. Barang rusak masih bisa diganti yang baru. Nah, bagaimana dengan menikah? Di Indonesia ini, masih sangat menabukan istilah kata (maaf) janda. Jika kasusnya sebuah perpisahan itu karena perceraian (bukan karena pasangan meninggal dunia) pasti masyarakat akan menilai si wanitanyalah yang salah, yang busuk hingga akhirnya ditinggalkan suaminya. Selalu saja demikian, harus si wanita yang memikulnya sendiri. Padahal ada berapa banyak kasus perceraian yang terjadi karena KDRT atau si suami selingkuh. Kenapa harus si wanita yang notabennya ini korban harus mendapat cap buruknya. Dimana keadilannya?
Dan sayangnya, keadilan itu jawabannya hanya ada di Tuhan saja.

Kenapa ya aturan hidup di Indonesia itu sedemikian peliknya? Single salah, menikah pun juga salah.
Ketika single, semua orang akan bertanya “Kapan nikah?” setelah menikah pun kembali ditanya “Kapan punya anak?” setelah punya anak jangan-jangan juga ditanya “Kapan cerai?”.
Itu semacam pertanyaan latah? Peduli? Atau hanya mau tahu urusan orang saja sih sebetulnya?
Karena selalu demikian. Saya yang masih single selalu mendapat pertanyaan seputar pernikahan. Teman saya yang sudah menikah pun selalu ditanya kapan memiliki anak? Itu pertanyaan yang menyinggung loh. Jadi tolong hati-hati. Jaga ucapan anda. Seperti kasus seorang Olga Syahputra yang menyinggung pasangan Christian Sugiono – Titi kamal dengan statement yang dilontarkannya “percuma lo keluar negri kalo ga juga punya anak”. Saya mengerti perasaan Christian dan Titi Kamal itu. Saya mengerti karena saya melihat pengalaman seorang teman. Seorang teman yang harus menahan segala perasaan ketika orang-orang mulai menanyakan perihal keturunan kepada mereka. Mereka juga ingin memiliki keturunan tapi jika Tuhan belum memberi lantas harus bagaimana?
Terkadang sesuatu hal itu menjadi lebih kompleks, menjadi besar dan heboh  bukan karena dari pihak si orang tersebut yang mengalami (baca : para pelaku utama), tetapi karena orang-orang diluar mereka yang mulai kepo dan ikut campur tangan di dalamnya (baca : para penonton yang sok tahu). Sibuk mengurusi urusan orang dengan sedikit bumbu di sana sini.
Saya juga pada akhirnya mengerti kenapa tayangan infotainment itu laris manis bak kacang goreng. Karena masyarakatnya sendiri yang menikmati setiap gossip yang dijual. Masyarakat Indonesia ini seakan haus setiap gossip yang disuguhkan. Padahal belum tentu juga kebenarannya. Bahkan beberapa kali fenomena yang saya tidak habis pikir bisa terjadi di Indonesia ini. Hanya karena joget-joget, mulut komat kamit (baca : lip sync) di youtube mendadak jadi supertar. Beritanya dimana-mana. Bahkan ada orang yang marah-marah sambil menggeprak meja pun bisa jadi berita loh, beritanya dibombardir dengan berlebihan dan si orang tersebut (katanya) sudah layak dianggap artis sekarang. Padahal saya juga bingung, dia artis apa? Saya hanya melihat dia di infotainment saja.
Oke, kembali ke topik awal. Sebagai manusia biasa, saya ingin memiliki ruang privasi sendiri. Saya mau menikah atau tidak itu urusan saya dan Tuhan. Biarkan saya menjadi manusia seutuhnya. Biarkan saya menjadi manusia bebas. Berdiri sendiri tanpa kalian urusi. Saya sudah dewasa. Saya mengerti baik dan buruknya. Saya adalah manusia yang sedang bermimpi saat ini, mengejar mimpi yang sedang mengebu-gebunya dan berlarian kesana kemari. Saya ingin meraih dan menangkap mimpi-mimpi itu, apakah salah?
Dulu saya juga pernah bermimpi dan menginginkan sebuah pernikahan bersama dengan pasangan saya (pada saat itu). Lalu terjadi sesuatu, kami pun berpisah. Entah ini semacam trauma atau apa, tapi yang pasti semenjak itu pola pikir saya menjadi jauh berbeda. Saya tidak lagi mementingkan pernikahan. Saya lebih mementingkan bagaimana caranya menjadi wanita berkelas, wanita mandiri yang sukses. Dan disaat semua itu sudah berhasil saya wujudkan, barulah si pernikahan itu mulai saya pikirkan. Atau bisa jadi hal itu berjalan beriringan. Disaat saya sedang ingin mewujudkan mimipi-mimpi saya lalu pada saat itu juga Jodoh kiriman Tuhan itu datang. Saya tidak tahu dan anda pun juga tidak tahu.
Jadi, saya akan membiarkan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup saya biarlah berjalan apa adanya. Karena seringkali ketika saya banyak berharap dan banyak merencanakan ini itu yang terjadi hanyalah rasa kecewa saja.
Saya menikmati hari-hari saya yang sekarang. Saya bebas melakukan apa saja tanpa terganggu permasalahan hati yang seringkali menggerogoti hati dan badan saya setiap hari. Dulu ketika memiliki pasangan berat badan saya sungguh miris. Tapi sekarang saya bisa menggemuk dan terlihat sungguh berbahagia dengan orang-orang terdekat yang begitu mengasihani saya.
Baru-baru ini saya belajar dari pengalaman salah seorang teman. Ibu rumah tangga biasa yang memiliki 2 orang anak. Tanpa ada badai, gempa dan tsunami mendadak sang suami menalaknya. Dalam keadaan sakit, tidak berpenghasilan dan memiliki 2 orang anak dan harus menghadapi kenyataan ditalak suami. Bagaimana rasanya?
Zaman sekarang mencari pekerjaan bagi lulusan SMA itu sulit. Seringkali usia menjadi penghalangnya ditambah status yang sudah berkeluarga. Saya belajar dari pengalaman teman saya itu. Saya merasa tidak sanggup jika harus menjadi dirinya. Oleh karena itulah saya mempunyai keputusan seperti ini sekarang. Saya ingin menjadi manusia yang mandiri. Saya sadar keadaan diri saya, keadaan keluarga saya. Dan saya begitu mencintai mimpi-mimpi saya. Terima Kasih…

Tidak ada komentar: