Sabtu, 06 Juli 2013

Everything start from a dream

Kejarlah cita-citamu hingga ke negeri Cina. Gantungkanlah cita-citamu hingga setinggi atap langit. Kita sering mendengar kalimat tersebut diucapkan di mana-mana. Tapi buatku kalimat tersebut tidak pernah berarti apa-apa. Hanya sebuah kalimat biasa tanpa ada pengaruhnya dalam kehidupanku. Tidak menjadi pencambukku untuk mengejar cita-cita sampai ke Cina apalagi terbang  hingga ke atas langit sana.
Ayahku seorang penulis, dulunya. Tapi sudah belasan tahun ini ia menggantungkan penanya, tidak lagi mengais rezeki dari bidang, dari keahlian yang pada akhirnya diturunkannya padaku itu. “Zaman sekarang saingannya berat kalo mau buat sinetron,” Begitu ucapan ayahku kala itu. PH (Production House) yang menaungi ayahku hanyalah PH kecil, PH yg baru merintis sehingga rasanya sulit sekali harus bersaing dengan PH-PH besar lainnya. Jadilah PH tempat ayahku mengabdi itu tutup. Semenjak itu ayahku bekerja serabutan, apa saja yang penting bisa mencukupi kebutuhan, yang penting dapur ngebul, begitu biasa orang bilang.
Sedari kecil, walaupun ayahku adalah penulis dan beliau selalu mendukung hobiku tersebut tapi selalu ada sekat, penghalang buatku untuk terus belajar dan mengembangkan hobiku itu.
Kenapa?
Karena kehidupan keluargaku biasa-biasa saja sedari dulu, sehingga untuk membeli 1 buah novel saja rasanya sayang sekali “lebih baik untuk membeli pakaian dan makanan,” ujar ibuku kala itu. Aku tak selalu mendengarkan ucapan ibuku itu, ada kalanya aku tetap membeli novel kesukaanku, tapi itu tak selalu.
Sempat aku menyalahkan ibuku walaupun pada akhirnya aku mengerti mengapa ibuku berlaku demikian. Berbeda dengan ayah yang suka membaca. Ibu adalah ibu rumah tangga biasa yang selalu berpikiran sederhana, bahwa membeli buku sama saja dengan membuang uang. Membeli sekumpulan kertas yang hanya bisa dibaca sebentar saja lantas disimpan. Aku mengerti jalan pikiran ibuku yang sederhana itu dan aku tidak menyalahkannya.
Tapi…  Aku menyalahkan keadaan. Aku ingin belajar banyak hal tapi kesempatan itu tidak pernah ada. Mengapa keadaan tidak pernah mengerti kebutuhanku?
 Aku ingin seperti anak-anak lainnya yang memiliki kesempatan untuk belajar banyak hal dan bisa menjadi manusia berguna dikemudian hari. Tapi mana kesempatan itu? Mana? Apakah kesempatan hanya datang kepada mereka-mereka yang berada, yang mampu membeli ini dan itu tanpa harus bersusah payah. Apakah demikian??  Mengapa tidak adilnya Tuhan padaku?
Aku memiliki idealisme untuk menajdi penulis hebat. Tapi pada akhirnya aku menyerah, aku lelah. Susah payah aku membuat novel, kuselesaikan dengan segala keterbatasan dengan segala perjuangan. Tapi mana? Tidak ada penerbit yang mau menerimanya. Mungkin lembaran novelku itu dibuang begitu saja oleh para penerbit itu untuk kemudian jatuh ke tangan tukang loak. Mendarat di tukang sayur untuk membungkus cabai dan bawang yang biasa kalian beli di sana. Dan yang terakhir, lembaran naskah novelku itu pun terlempar di suatu tempat yang bau dan kotor, berbaur dengan sampah-sampah lainnya di bandar gebang. Miris. Sesuatu yang kuanggap berharga hanya akan menjadi tumpukan sampah pada akhirnya.
Aku sempat marah kala itu. Marah pada penerbit. Marah pada keadaan. Dan marah pada Tuhan.
Hingga lelahnya segala kekecewaanku itu kupendam, kubuang mimpi-mimpiku dulu. Cukup kuhabiskan waktu untuk sebuah idealisme yang hanya omong kosong itu. Kubuang waktuku hanya untuk mimpi-mimpi yang malah menjadikanku semakin tidak berguna. Pengangguran berat, yang biasa direndahkan dan diolok-olok orang karena title pengangguran yang  sempat kusandang hingga 3 tahun lamanya. Cukup. Maaf jika aku harus menyerah kala itu….  
Bertahun-tahun kulupakan mimpiku, aku bekerja apa saja yang penting bekerja. Yang penting tidak menganggur di rumah, tidak jadi bahan gossip para tetangga yang sepertinya selalu haus akan gossip dan gossip itu. Ya…memang begitu kan aturan tinggal di Indonesia ini. Masyarakatnya akan lebih memandang orang-orang yang terlihat kuliah walaupun pada kenyataannya dia mempunyai gelar mahasiswa abadi di kampusnya daripada seorang pengangguran sepertiku.   
Bertahun-tahun aku tidak lagi bergumul dengan penaku. Kugantung diatas sana, entah kapan kuambil lagi untuk menorehkan langit-langitku yang sudah lama redup itu.
Semenjak sibuk bekerja aku memang tidak pernah menulis lagi. Segala sesauatunya kubiarkan tumpul. Rasa malas menguasai hati, tubuh dan otakku. Aku tidak pernah menghasilkan sesuatu lagi sejak saat itu.
Tapi ternyata aku salah. Aku tidak pernah menyadari bahwa panggilan hati yang bernama idealisme itu tidak benar-benar mati.  Dia masih hidup dan semakin hidup. Semakin berkecamuk dalam dada, mencoba berontak dari tempatnya yang selama ini kututup rapat.
Tantangan membuat cerpen itulah awal mulanya. Ya…aku mendapat tantangan itu dari salah satu guruku. Kuambil tantangan itu dan kukerjakan sepenuh hati. Hasilnya lumayan, tidak mengecewakan. Aku mendapat sanjungan. Dari situlah, aku mengetahui bagaimana cara menulis yang benar. Sedikit-sedikit aku pun belajar sesuatu.
Tantangan itu pun datang lagi. Membuat cerita tentang jalan hidup temanku. Sebetulnya itu bukan tantangan, tapi permintaan seorang teman, sahabat tepatnya yang meminta kisah hidupnya dapat kuangkat ke dalam cerpen. Aku sangat antusias. Jalan hidupnya yang berliku kuyakin akan menginspirasi banyak orang apabila kutuangkan ke dalam tulisan. Semoga saja…  
Kuambil tantangan itu, dan lagi-lagi kukerjakan dengan sepenuh hati. Hasilnya, lumayan. Dan cukup membuatku kembali memiliki semangat dalam menulis.
Entah dari mana asal muasalnya. Mungkin ini kiriman Tuhan, sebut saja si kesempatan yang selalu kunanti selama ini atau ini semacam kebetulan. Pagi itu, iseng-iseng kubuka blog ku, iseng-iseng juga kuedit profilnya. Ada penambahan di bagian musik dan buku yang menjadi kesukaanku. Lalu, berbekal iseng dan ingin belajar juga, kutambah daftar buku yang ingin kubaca…ditambahkan blog milik dewi lestari dan raditya dika disana.
Keesokan harinya, kubuka blog ku dan tanpa sengaja aku melihat info itu, workshop intensif yang diadakan raditya dika.
Wah…ini kesempatan pikirku. Kulihat tanggal pelaksanannya. Jatuh pada hari Kamis. Cocok dengan jadwal liburku yang hanya mendapat libur di hari Kamis saja itu. 2 kali wah kali ini. Kulihat materinya, menggiurkan….3 kali wah kutambahkan. Ini kesempatan langka. Amat sangat langka. Harga yang ditawarkan Rp 850.000 untuk waktu 1 hari saja. Mmmm…aku berpikir sebentar. Tidak ada kata wah kali ini. Mahal ya. Tapi untuk sebuah ilmu tidak ada kata mahal. Ini kesempatanku bertemu penulis berbakat dan hebat. Mendapat ilmu dan juga teman baru. Oke…tunggu apalagi?
Kutanya pendapat semua sahabat-sahabatku. 3 yess dari 3 orang yang berbeda. Lanjut!!!
Kutanya pendapat keluargaku. Kakakku menentang dan mencibir “Ya udah sana, jadi penulis sana.” Hanya sepenggal kalimat, tapi cukup membuatku menangis tersedu-sedu malam itu. Ibuku menghampiriku yang sedang menangis di atas tempat tidurku. Dari belakang, beliau memelukku dan berujar “Kamu marah sama mama ya nduk (panggilan kesayangan untuk anak perempuan dalam bahasa Jawa)”. Aku semakin menangis. Aku sedih mendengar ucapan ibuku, ada perasaan bersalah yang tergurat dari balik ucapannya tadi. Perasaan bersalah seorang ibu yang tidak bisa berbuat banyak dalam membantu anaknya dalam mengejar mimpinya.
Apakah aku berdosa kali ini, demi sebuah mimpi kukorbankan kepentingan keluargaku. Untuk keluarga kami uang Rp 850.000 itu bukan jumlah uang yang kecil. Uang sebesar itu seharusnya bisa dipergunakan untuk makan ataupun sebagai tambahan untuk membayar uang gedung sekolah adikku. Ya…adikku yang baru duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Pertama itu masih membutuhkan biaya yang banyak.
Ada 2 sisi yang berbicara dalam hatiku kini. Sisi baik dan sisi egois.
Sisi egois berbicara :
“Aku bayar pakai uangku sendiri kan? Kapan lagi aku bisa mengejar mimpiku kalau bukan sekarang? Dulu semua mimpi aku pendam begitu saja karena aku belum bekerja. Tapi sekarang? Kalau bukan aku sendiri yang berusaha untuk mengejarnya, lantas siapa lagi?”
Sisi baik pun berbisik :
“Inget kamu masih punya adik yang masih sekolah. Masih perlu biaya banyak. Apa kamu tega demi mimpi-mimpimu kamu korbankan adikmu bahkan keluargamu?”
Hatiku berteriak. Dia berontak. Kenapa harus sesulit ini.
Ini kesempatan langka untukku. Kalau tidak sekarang maka kapan lagi? Kutunggu kesempatan ini bertahun-tahun lamanya. Kali ini aku tidak mau melewatkannya lagi. Ya…aku tidak mau melewatkannya lagi. Apapun itu, dengan cara apapun itu, aku harus ikut workshop ini. Harus. Tidak peduli bagaimana sulitnya.  
Dengan segala keterbatasan dan janji bahwa ini tidak akan menjadi sia-sia. Pengorbanan keluargaku harus membawa hasil suatu saat nanti. Aku janji. Maka aku pun mendaftar workshop tersebut. Kubayarkan DPnya dan kukirimkan identitasku via email. Seminggu kemudian, mimpi itu pun mulai kuhampiri…
Berbekal modal nekat aku berangkat menuju tempat workshop seorang diri. Aku buta daerah tersebut, tapi demi mimpi kucoba meraba-raba. Aku pun sampai disana, mengikuti workshop dengan pembicara hebat dan teman-teman baru yang semuanya hebat.
Dan mulai hari itu pun aku berjanji, tidak akan pernah lagi menyerah pada keadaan. Secuil apapun itu kesempatan yang diberikan Tuhan apabila memungkinkanku untuk belajar maka aku akan mengambilnya. Keadaan bukanlah alasan untuk kita mudah menyerah dan berdiam diri hingga tidak berbuat apa-apa apalagi menjadi manusia-manusia tanpa mimpi. Tetapi tunjukanlah kepada dunia bahwa dengan segala keterbatasan yang kita miliki, kita akan berjuang lebih keras, berkali-kali lipat hingga mimpi-mimpi tersebut bukan lagi sebuah angan-angan melainkan sebuah kenyataan yang dapat menginspirasi jutaan manusia di luar sana.
Dan manusia-manusia penuh mimpi tersebut, antara lain :

             


Nick vujicic, seorang pria yang lahir tanpa  2 lengan dan 2 kaki. Sempat mendapatkan penolakan dan ejekan dari teman-temannya hingga di usia 8 tahun dia sempat ingin mengakhiri hidupnya. Untuk meraih mimpinya, Nick belajar dengan tekun hingga di usia 21 tahun dia meraih gelar Sarjana Ekonomi bidang Akuntansi.  Dia juga mengembangkan lembaga non-profit “Life Without Limbs” yang didirikan pada usia 17 tahun. Kini nick adalah seorang  motivator yang sukses yang sudah berkeliling dunia hingga 24 negara.
“Pada saat itulah, saya menyadari bahwa Tuhan memang menciptakan kita untuk berguna bagi orang lain. Saya memutuskan untuk bersyukur, bukannya marah atas keadaan diri sendiri. Saya juga berharap , suatu saat bisa menjadi seperti pria luar biasa itu-yakni bisa menolong  dan menginspirasi banyak orang!” ujar Nick dalam salah satu wawancaranya.


 

Soichiro Honda, seorang industrialis Jepang (pendiri kerajaan Honda) putra dari pasangan Gihei Honda (seorang tukang besi) dan istrinya Mika. Honda kecil berasal dari keluarga miskin dengan sarana dan prasarana yang terbatas di desanya. Semenjak kecil Honda yang memiliki mimpi yang tinggi ini terbiasa mengamati cara kerja mesin penggiling padi milik ayahnya. Dia memang tidak memiliki kesuksesan  di bidang akademik tapi bakatnya di kelas sains sudah terlihat sejak saat itu. Mengawali pekerjaan sebagai cleaning service di usia 15 tahun, kariernya pun terus menanjak di usia 21 hingga 30 tahun. Sempat mengalami  kegagalan dan kebangkrutan setelah itu, tapi tidak membuat Honda menyerah pada keadaan.
“Orang melihat kesuksesan hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya,” ujarnya.





KEPO

Aturan hidup sebagai wanita single di Indonesia...
Apakah sedemikian sulitnya? Sedemikian mengganggu masyarakatnya, apabila ada seorang wanita yang berusia dewasa (katakanlah mendekati usia 30 bahkan lebih) yang belum menikah itu hidup dan tinggal di tengah-tengah mereka? Kenapa ya makin banyak sekali manusia-manusia KEPO (selalu ingin tahu urusan orang) dimuka bumi ini. Apa kalian tidak memiliki hal lain yang bisa diurusi selain “si wanita single berusia matang” itu?
Katakanlah saya marah kali ini. Ya, saya marah. Karena saya mulai jengah, muak dan benci dengan kata-kata yang mengatakan begini “Inget, umur udah mulai berapa. Pikirin itu.” Hei….so what ya? Apa masalah anda dengan mengurusi hidup saya? Toh saya tidak pernah meminta uang dari anda. Tidak pernah menganggu anda. Anda mau melakukan apa saja, mau jungkir balik kek, kayang, salto bahkan melakukan aksi topeng monyet sekalipun apakah saya pernah mengurusi?
Oke, katakanlah pada akhirnya saya menikah, lalu terjadi masalah dengan rumah tangga saya, apakah kalian peduli? Apakah kalian membantu? Apa yang akan kalian lakukan? Apa?!!! Sebuah empati dari kalian tidak akan menyelesaikan apa-apa. Tidak akan cukup mengembalikan sebagian hidup saya yang hancur.
Saya muak, ketika ada salah seorang teman memaksa saya berkenalan dengan sepupunya. Saya katakan “saya-sedang-tidak-ingin-berpacaran” rupanya seorang teman itu tidak mengerti. Dia lantas mengatakan “iya, tapi apa salahnya dicoba dulu? Umur kamu udah berapa?”. Lagi-lagi sebuah paksaan dengan mengatasnamakan usia. Saya benci dan saya pun jawab dengan malas. “Ya…Terserah kalau sepupunya sabar. Aku ga mau menjanjikan apa-apa”
Saya pun akhirnya dikenalkan dengan sepupunya. 3 hari setelah perkenalan itu sebuah SMS pun masuk “tahun ini kita tunangan dulu ya. Tahun depan baru nikah. Kamu bersedia ga?”. What?!! Apa-apaan nih. Hei bung, anda tinggal dibelahan bumi bagian mana? Kalau cara PDKT anda seperti ini dijamin cewek-cewek bakalan lari ketakutan.
Mereka-mereka yang sudah berpacaran bertahun-tahun saja masih berpikir untuk memutuskan menikah, apalagi saya, yang baru 3 hari mengenal anda. Menikah itu bukan layaknya anda membeli perabot rumah tangga dimana ada masa garansinya. Barang rusak masih bisa diganti yang baru. Nah, bagaimana dengan menikah? Di Indonesia ini, masih sangat menabukan istilah kata (maaf) janda. Jika kasusnya sebuah perpisahan itu karena perceraian (bukan karena pasangan meninggal dunia) pasti masyarakat akan menilai si wanitanyalah yang salah, yang busuk hingga akhirnya ditinggalkan suaminya. Selalu saja demikian, harus si wanita yang memikulnya sendiri. Padahal ada berapa banyak kasus perceraian yang terjadi karena KDRT atau si suami selingkuh. Kenapa harus si wanita yang notabennya ini korban harus mendapat cap buruknya. Dimana keadilannya?
Dan sayangnya, keadilan itu jawabannya hanya ada di Tuhan saja.

Kenapa ya aturan hidup di Indonesia itu sedemikian peliknya? Single salah, menikah pun juga salah.
Ketika single, semua orang akan bertanya “Kapan nikah?” setelah menikah pun kembali ditanya “Kapan punya anak?” setelah punya anak jangan-jangan juga ditanya “Kapan cerai?”.
Itu semacam pertanyaan latah? Peduli? Atau hanya mau tahu urusan orang saja sih sebetulnya?
Karena selalu demikian. Saya yang masih single selalu mendapat pertanyaan seputar pernikahan. Teman saya yang sudah menikah pun selalu ditanya kapan memiliki anak? Itu pertanyaan yang menyinggung loh. Jadi tolong hati-hati. Jaga ucapan anda. Seperti kasus seorang Olga Syahputra yang menyinggung pasangan Christian Sugiono – Titi kamal dengan statement yang dilontarkannya “percuma lo keluar negri kalo ga juga punya anak”. Saya mengerti perasaan Christian dan Titi Kamal itu. Saya mengerti karena saya melihat pengalaman seorang teman. Seorang teman yang harus menahan segala perasaan ketika orang-orang mulai menanyakan perihal keturunan kepada mereka. Mereka juga ingin memiliki keturunan tapi jika Tuhan belum memberi lantas harus bagaimana?
Terkadang sesuatu hal itu menjadi lebih kompleks, menjadi besar dan heboh  bukan karena dari pihak si orang tersebut yang mengalami (baca : para pelaku utama), tetapi karena orang-orang diluar mereka yang mulai kepo dan ikut campur tangan di dalamnya (baca : para penonton yang sok tahu). Sibuk mengurusi urusan orang dengan sedikit bumbu di sana sini.
Saya juga pada akhirnya mengerti kenapa tayangan infotainment itu laris manis bak kacang goreng. Karena masyarakatnya sendiri yang menikmati setiap gossip yang dijual. Masyarakat Indonesia ini seakan haus setiap gossip yang disuguhkan. Padahal belum tentu juga kebenarannya. Bahkan beberapa kali fenomena yang saya tidak habis pikir bisa terjadi di Indonesia ini. Hanya karena joget-joget, mulut komat kamit (baca : lip sync) di youtube mendadak jadi supertar. Beritanya dimana-mana. Bahkan ada orang yang marah-marah sambil menggeprak meja pun bisa jadi berita loh, beritanya dibombardir dengan berlebihan dan si orang tersebut (katanya) sudah layak dianggap artis sekarang. Padahal saya juga bingung, dia artis apa? Saya hanya melihat dia di infotainment saja.
Oke, kembali ke topik awal. Sebagai manusia biasa, saya ingin memiliki ruang privasi sendiri. Saya mau menikah atau tidak itu urusan saya dan Tuhan. Biarkan saya menjadi manusia seutuhnya. Biarkan saya menjadi manusia bebas. Berdiri sendiri tanpa kalian urusi. Saya sudah dewasa. Saya mengerti baik dan buruknya. Saya adalah manusia yang sedang bermimpi saat ini, mengejar mimpi yang sedang mengebu-gebunya dan berlarian kesana kemari. Saya ingin meraih dan menangkap mimpi-mimpi itu, apakah salah?
Dulu saya juga pernah bermimpi dan menginginkan sebuah pernikahan bersama dengan pasangan saya (pada saat itu). Lalu terjadi sesuatu, kami pun berpisah. Entah ini semacam trauma atau apa, tapi yang pasti semenjak itu pola pikir saya menjadi jauh berbeda. Saya tidak lagi mementingkan pernikahan. Saya lebih mementingkan bagaimana caranya menjadi wanita berkelas, wanita mandiri yang sukses. Dan disaat semua itu sudah berhasil saya wujudkan, barulah si pernikahan itu mulai saya pikirkan. Atau bisa jadi hal itu berjalan beriringan. Disaat saya sedang ingin mewujudkan mimipi-mimpi saya lalu pada saat itu juga Jodoh kiriman Tuhan itu datang. Saya tidak tahu dan anda pun juga tidak tahu.
Jadi, saya akan membiarkan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup saya biarlah berjalan apa adanya. Karena seringkali ketika saya banyak berharap dan banyak merencanakan ini itu yang terjadi hanyalah rasa kecewa saja.
Saya menikmati hari-hari saya yang sekarang. Saya bebas melakukan apa saja tanpa terganggu permasalahan hati yang seringkali menggerogoti hati dan badan saya setiap hari. Dulu ketika memiliki pasangan berat badan saya sungguh miris. Tapi sekarang saya bisa menggemuk dan terlihat sungguh berbahagia dengan orang-orang terdekat yang begitu mengasihani saya.
Baru-baru ini saya belajar dari pengalaman salah seorang teman. Ibu rumah tangga biasa yang memiliki 2 orang anak. Tanpa ada badai, gempa dan tsunami mendadak sang suami menalaknya. Dalam keadaan sakit, tidak berpenghasilan dan memiliki 2 orang anak dan harus menghadapi kenyataan ditalak suami. Bagaimana rasanya?
Zaman sekarang mencari pekerjaan bagi lulusan SMA itu sulit. Seringkali usia menjadi penghalangnya ditambah status yang sudah berkeluarga. Saya belajar dari pengalaman teman saya itu. Saya merasa tidak sanggup jika harus menjadi dirinya. Oleh karena itulah saya mempunyai keputusan seperti ini sekarang. Saya ingin menjadi manusia yang mandiri. Saya sadar keadaan diri saya, keadaan keluarga saya. Dan saya begitu mencintai mimpi-mimpi saya. Terima Kasih…

Jumat, 21 Juni 2013

Terima Kasihku...

Terima kasihku, kepada Sang Pemilik Semesta, karena memberiku kesempatan untuk hidup di dalamnya. Menjalani hiruk pikuk dunia beserta kemudahan dan kesulitannya….

Terima kasihku kepada kesabaran yang mengajarkanku bahwa sabar itu adalah proses yang sulit untuk dijalani. Tidak mudah, tetapi indah apabila berhasil dilalui….

 Terima kasihku kepada perjuangan, yang mengajariku dan mengenalkanku pada arti kata kerja keras,  yang selalu mahal tapi tidak pernah menjadi sia-sia….

Terima kasihku kepada air mata, yang selalu setia mendampingiku disaat-saat kelam dan tak berpengharapan dalam hidupku…

Terima kasihku kepada para mantanku, yang mengajariku bahwa cinta tak melulu indah. Dan karenanyalah aku berani membuka mata untuk menghadapi dunia…

Terima kasihku pada para sahabat, yang selalu hadir dalam sisi terbaik maupun terburuk dalam hidupku. Dan selalu setia di dalamnya…

Terima kasihku kepada keluarga terkasih, karena senyuman merekalah yang membuatku bersemangat dalam mengejar mimpi yang seakan selalu berlari menjauhiku…

Dan yang terakhir, terima kasihku kepada sang waktu, yang  hanya menginginkanku menunggu. Untuk pada akhirnya kutahu apa maksud dibalik Sang Pemilik Semesta memberikanku jalan berliku.

Jumat, 14 Juni 2013

Kita Semua Bisa

        “Gue pengen cerita tentang bagian dalam hidup gue ke kalian. Pergumulan gue. Tapi gue deg-degan banget nih. Kalian bakalan shock nggak ya?” Suara laki-laki dihadapanku itu terdengar ragu walaupun ada senyuman dibaliknya.
       Aku dan Lintang  tersenyum menunggu. Merasa deg-degan jadinya. Sebetulnya aku tahu arah pembicaraannya, tapi aku memilih untuk menunggu. Kubiarkan Tama, nama laki-laki itu yang menyelesaikan kalimatnya sendiri. Tidak perlu dipaksakan dan biarkan mengalir dengan sendirinya.
       “Gue Gay.” Aku bergeming. Tepat seperti dugaanku. “Iya, gue gay. Kalian masih mau terima gue kan?” Oh no, sedih rasanya mendengar pertanyaannya itu. Ingin rasanya aku memeluknya saat itu juga, tapi aku bukanlah tipe orang yang bisa mengekspresikan segala sesuatunya dengan sentuhan dan tindakan. Aku lebih nyaman dengan cara ini, lewat tulisan.
       Laki-laki dihadapanku itu tersenyum. Untuk pertama kalinya aku melihatnya tidak percaya-diri seperti ini, baru kali ini aku melihat ada sebuah kebimbangan dalam dirinya.
       Dulu kami bertiga adalah teman di masa Sekolah Menengah Pertama, lalu waktu membuat kami terpisah untuk jangka waktu yang lama. Tidak ada komunikasi setelah lulus SMP itu. Kami meneruskan pendidikan kami di bangku SMA yang berbeda. Lulus dari bangku SMA kehidupan membawa kami kepada jalan yang berbeda. Aku menjadi pengangguran berat karena idealisme ku yang ingin menjadi penulis hebat.  Tapi terpaksa gigit jari karena kemampuan tidak mencukupi. Kuputuskan untuk banting stir, melupakan mimpiku dan mulai mengabdikan diri untuk bekerja dengan orang lain.
      Lulus SMA Lintang memutuskan untuk menikah, memiliki 2 orang anak dan mendedikasikan waktunya untuk menjadi Ibu Rumah Tangga.
        Lalu bagaimana dengan Tama?
       Jalan hidupnya berliku. Tapi sayangnya, aku dan Lintang tidak diizinkan Tuhan untuk menjadi saksi bahkan penolong baginya di masa-masa sulitnya itu.Kami baru dipertemukan kembali setelah belasan tahun lewat. Setelah waktu membantu kami menjadi pribadi yang lebih dewasa. Dengan fisik yang jauh lebih tua juga pastinya.
       Jalan hidup Tama diawali dari kepergiannya dari rumah karena permasalahan dalam keluarganya. Dia baru menyadari status dalam keluarganya yang ternyata bukanlah anak kandung dari orang tua yang membesarkannya selama ini. Ada guncangan hebat dari dirinya ketika menyadari itu. Dia dididik ditengah-tengah keluarga berada lalu tiba-tiba menyadari bahwa asal usulnya berasal dari keluarga yang biasa saja. Dia marah, dia kecewa, dia berontak, menjadi sulit diatur dan memutuskan pergi dari rumah, zona amannya selama ini.
       Tanpa pekerjaan, tanpa tempat tinggal, dan tanpa siapapun yang membantu dia nekat meneruskan hidupnya. Kehidupan kota Jakarta yang keras memaksanya menjual diri kepada siapa saja laki-laki yang mau membayarnya kala itu (sedih hatiku ketika harus menuliskan bagian ini. Dan perlu diketahui…pada saat itu Tama sudah menyadari bahwa orientasi seksnya berbeda). Dia tidak mempunyai pilihan lain. Dia terpaksa. Dan kalaupun waktu bisa diputar kembali dia tidak mau mengulangi kesalahannya yang satu ini. Dia menyesali atas apa yang sudah terjadi. Itu adalah titik terkelam dalam hidup yang pernah dilaluinya. Dan sekali lagi…dia-sangat-terpaksa…
        Hari-harinya begitu sulit kala itu. Segala cibiran, penghinaan, penolakan semua pernah dirasakannya. Orang-orang yang dulu adalah teman, sahabat dan keluarga perlahan-lahan pergi meninggalkannya.
        Dari titik nol itulah, dengan terseok-seok dia berusaha untuk bangkit. Mengawali karier sebagai Sales Promotion Boy dia pun mulai meningkatkan kemampuan dengan mengikuti berbagai macam seminar di bidang marketing. Hingga akhirnya diusia 24 tahun dia berhasil menjadi Dep Head Trainer Exc dan satu-satunya orang yang bisa berada pada posisi itu dengan pendidikan yang hanya setamat SMA saja. Tama yang awalnya biasa digaji 900 ribu kini bisa mencapai 15 juta di posisi itu. Betapa hebatnya seorang Tama. Semuanya berawal dari kerja keras, mimpi dan semangat yang tidak pernah padam untuk belajar.
        Mimpi seorang Tama waktu itu adalah menjadi seorang eksekutif muda yang tinggal di apartement, naik turun mobil dengan supir + dandanan metroseksual. Apapun halangannya dia kejar itu. Dan setelah semua dia dapat, dia tetap tidak pernah berhenti untuk terus belajar.
        Menjadi seorang Dep Head Trainer Exc ternyata tidak cukup baginya. Dia memiliki gaji besar  tapi  tidak memiliki tabungan. Semakin besar pemasukan seseorang maka semakin besar juga pengeluarannya. Itu betul. Tama pun mulai berpikir keras, apalagi yang bisa dilakukannya. Dia memutuskan untuk keluar dari zona amannya. Berhenti bekerja dan memulai untuk berbisnis. Bisnis telur ayam adalah pilihannya pada saat itu. Tapi gagal, karena banyak kendala. Telur pecah dan telur busuk sebelum sampai ke depo adalah PR yang harus diselesaikannya setiap harinya. Dia mencoba peruntungan di peternakan ayam, peternakan ikan, bisnis baju muslim dan lain sebagainya. Lagi-lagi gagal.
       Sisa uang di tabungannya mulai menipis. Dia mulai bingung harus membuat bisnis apalagi, semua sudah dicobanya tapi keberuntungan masih belum berpihak kepadanya.
        Hingga suatu hari, dia ingin membeli sebuah dompet yang bisa diisi untuk 2 HP. Dia cari di toko online. Dia dapat dengan harga 150 ribu. Merasa penasaran dia cari kemana-mana sumber barang tersebut. Tanpa sengaja dia bertemu salah seorang teman yang kakaknya memiliki konveksi dompet dan hanya berharga 50 ribu saja. Dia coba menawarkannya ke toko-toko di Jakarta hingga daerah. Merasa tidak mau berhenti sampai disitu saja, dia pun memutuskan untuk belajar ke negeri Cina ketika tabungan mulai mencukupi. Dia belajar langsung dari importir-importir disana.
        Tama pun bisa menjadi seorang yang sukses sekarang. Berawal dari nol. Berawal dari masa-masa sulit. Dia tidak mau menyerah begitu saja pada keadaan.  “Nggak bisa instan apa yang lo mau bisa langsung lo dapetin. Nggak bisa gitu, semua harus ada prosesnya. Dan kalo lo udah dapet apa yang lo mau, lo jangan langsung puas. Coba lagi hal yang baru, mulai lagi dari nol. Terus dan terus. Lo mau ngebantu keluarga juga kan? Nah kalo gitu, sekarang mikirnya jadi gini, kalo gue males-malesan boro-boro gue bisa menjamin hidup mama, papa dan ade-ade gue, itu yang harus selalu lo tanemin dalam hati lo. Pokoknya inget 3 hal, belajar, usaha dan berdoa. Lo belajar tapi lo ga mau berusaha sama aja bohong. Lo belajar, udah usaha juga tapi lo ga berdoa dan minta sama Tuhan itu juga jadinya sia-sia. Jangan pernah takut. Hajar terus apa aja yang ada di depan mata. Lo punya mimpi jadi penulis, kejar itu. Belajar dan belajar. Jangan nyerah gitu aja. Gue aja bisa, masa lo enggak.” Itu kalimat yang tidak akan pernah bisa aku lupakan dari seorang Tama. Dan akan selalu kuingat sampai kapanpun. Bahwa mimpi harus dikejar, diusahakan dan dipelajari, bukan hanya dengan bermimpi dan berdiam diri saja. Karena mimpi tetaplah akan menjadi mimpi jika tidak ada keinginan untuk mewujudkannya.    
        “Sekarang masalah terbesar lo kan udah berhasil lo lewatin Tam. Udah lebih lega ngejalaninnya” ujar Lintang setelah sekian lama hanya terdiam mendengarkan cerita Tama mengenai perjuangannya dulu.
        “Siapa bilang?” sahut Tama bergantian menatapku dan Lintang. “Gue masih punya pergumulan dalam hidup gue.” Dia terdiam sebentar. “Keluarga gue ada yang belum terima keadaan gue. Mereka belum bisa terima orientasi seks gue. Dan gue masih belum tau sampai kapan mau begini.”
       Tama pun bercerita bahwa dari semenjak masih duduk di bangku TK dia sudah menyadari perbedaan dalam dirinya. Dia bisa membedakan mana cowok ganteng dan tidak. Dia sudah mempunyai gebetan yang notabennya cowok pada masa itu. Dia memang sudah berbeda semenjak dini. Tama bilang homoseksual itu dipengaruhi oleh faktor genetik.
        Aku pernah membaca buku shit happens milik Christian Simamora, dan aku juga pernah membaca dari internet juga bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki kadar testoteron (untuk laki-laki) dan estrogen (untuk wanita) dalam diri mereka, tapi berbeda-beda besarnya kadar yang dimilikinya. Seorang heteroseksual memiliki skala 1-3, biseksual menempati 4-7, sedangkan 8-10 ditempati homoseksual. 
       Aku juga punya kadar estrogen, kalian semua juga pasti punya. Aku juga sering mengagumi cewek lain, yang lebih cantik, yang terlihat pintar, anggun dan lembut. Dulu aku sempat takut akan hal itu, kupikir aku memiliki orientasi yang berbeda untuk menyukai sesama jenis, tapi dengan berjalannya waktu aku menjadi tahu bahwa itu hal yang lumrah, selama kadarnya masih dibawah point 3 .
        Dalam hal ini, aku tidak mengatakan ini salah atau benar, baik atau buruk. Karena aku hanyalah manusia biasa yang tidak pantas untuk menghakimi sesama manusia lainnya. Aku tidak melihat ini dari sudut pandang manapun, baik agama atau pun sosial. Karena kalau melihat 2 hal itu, maka keadaan ini akan selalu dianggap salah. Aku melihat dan menilai ini dari sudut pandang seorang sahabat. Bahwa sahabat yang baik adalah sahabat yang tanpa tapi. Sahabat yang tidak melihat kondisi, yang masih bisa tetap saling berpegangan tangan, saling memeluk, saling menguatkan, saling menjaga apapun keadaan yang terjadi diluaran sana. Dan apapun yang terjadi, Tama tetaplah Tama, tetap teman, sahabat, saudaraku yang tidak pantas untuk dihakimi / pun ditinggalkan setelah pengakuan itu terucap dari bibirnya. Tidak ada yang berubah Tam, lo tetep sahabat kami, apapun itu. We love u…
        Dan point dari cerita ini adalah, bahwa setiap manusia memiliki masalah, memiliki kekurangan atau apapun itu yang menimbulkan pro dan kontra. Jangan melihat mereka dari segi itu, tapi lihatlah hal apa yang bisa dia berikan dan bagikan untuk orang-orang yang ada disekitarnya. Dari Tama aku belajar untuk tidak menyerah, tidak pernah lagi menganggap diri paling menderita, tidak beruntung dan memiliki masalah paling besar sedunia. Masalah itu untuk dihadapi dan diselesaikan. Karena ada banyak orang diluaran sana yang berhasil menjadi orang-orang hebat setelah berhasil melewati masalah terbesar dalam hidupnya. Dan itu bukan hanya Tama saja, ada banyak sekali. Lihatlah seorang Thomas Alfa Edison, dianggap bodoh dan tuli oleh gurunya, tapi dia bisa menemukan lampu dimasanya? Lalu Mestre Naruto “Masashi kisimoto”, dulu dia sama sekali tidak bisa menggambar, hasil karyanya selalu ditertawakan orang. Tapi lihat sekarang? Siapa yang tidak mengenal komik Naruto? Lalu Jacob Barnett, anak auitis dengan IQ 170, melebihi Einstein. Setiap hari dia bekerja keras mengalahkan autisme yang dideritanya. Dan kini, di usia yang masih sangat belia Jacob telah menjadi Mahasiswa Master dan berusaha mendapatkan gelar PhD dalam bidang fisika Quantum. Dan kabarnya dia digadang-gadangkan akan memenangkan Nobel suatu hari nanti.
See...tidak ada yang tidak mungkin kan? Semua mungkin. Mereka semua bisa. Kamu pasti bisa, kita semua bisa dan akupun juga bisa :)
  






Kamis, 06 Juni 2013

Fans dan Idolanya

Semua orang pasti punya Idola. Tentu saja. Tidak mungkin tidak. Entah itu idola dalam bidang olahraga, politik, kuliner, entertainment dan lain sebagainya.
Aku pun juga punya. Aku mengidolakan salah satu aktris di negeri ini. Begitu mengidolainya. Bahkan aku jadi punya hobby baru sekarang, stalking twitter idolaku itu. Awalnya sih aku tidak menyukai sosok yang pada akhirnya kuidolai ini. Entah kenapa aku menjadi tertarik untuk mengikuti timeline twitternya waktu itu. Dari sanalah aku jatuh cinta kepadanya. Gaya bicaranya yang ceplas ceplos, asal dan lucu itulah yang membuatku jadi mengidolakannya sekarang. Banyak yang membencinya karena gayanya itu, tapi aku tidak peduli. Aku mengidolakannya. Tidak peduli yang lain. Titik.
Sama seperti seorang penggemar pada umumnya yang selalu ingin dekat dengan idolanya, yang ingin diperhatikan, ingin diutamakan dan dianggap ada. Aku juga begitu. Aku iri dengan orang-orang lainnya yang mentionnya selalu mendapat balasan. Berbeda denganku, sepertinya mention-mentionku tenggelam begitu saja, tidak terlihat diantara puluhan, ratusan atau mungkin ribuan mention dari semua penjuru yang ditujukan ke 1 orang yang sama itu.
Kecewa? Pasti, ga munafik kok. Tapi bukan sesuatu yang besar buatku. Tidak sampai membuatku ngamuk-ngamuk dan mencaci maki dirinya.
Semakin mengikuti timeline nya, semakin aku tahu bahwa tidak sedikit juga yang memiliki nasib yang sama denganku. Banyak juga ternyata yang mentionnya tidak dibalas. Beberapa diantaranya menerima dengan lapang dada (sama seperti aku), tapi ada juga yang menunjukkan sikapnya dengan cara yang negatif. Memaksa dan membuat idolaku itu menjadi jengah.
Kucoba merenung dan memutar keadaan. Kubayangkan diriku apabila berada di posisi idolaku itu. Kupikir tidak mungkin juga membalas mention yang masuk ke akun twitterku yang jumlahnya bisa puluhan, ratusan atau bahkan ribuan setiap harinya. Niat hati ingin memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai. Aku memiliki keterbatasan.
Jika aku seorang idola, maka sama halnya dengan manusia lainnya. Aku juga memiliki rasa lelah. Setelah seharian bekerja dengan jadwal yang padat (syuting, pemotretan, datang ke1 acara ke acara lainnya), aku juga pasti memerlukan waktu istirahat. Diantara rasa lelahku, mungkin aku masih bisa meladeni 1, 2, 3 fansku pada saat itu. Tapi kalau ratusan, ribuan hingga jutaan? Sekali lagi....aku mempunyai keterbatasan.
"masih banyak ya yg gak tau bahwa minta follow balik itu sgt mengganggy bila timeline Anda tdk sejalan dgn minat org? Emangnya friendster..." demikian tweet Reza Gunawan, seorang praktisi kesehatan holistik, sekaligus suami dari novelis Dee Lestari ini.
Aku tercenung. Sedemikian mengganggunya kah kata-kata folbek untuk para idola itu? Aku merenungkan kembali kalimat tadi dan berusaha membayangkan. Kupikir betul juga. Aku malah menjadi ingin bertanya kepada mereka-mereka yang merasa PD meminta folbek dari idolanya itu, apakah timeline kalian cukup hebat untuk dibaca para idola itu? Jangan sampai ya isinya hanya seputar kegalauan kalian saja. Jika isinya cukup worth it untuk dibaca maka tidak jadi masalahnya, namun jika sebaliknya, maka jangan berharap banyak ya. 
Karena bayangkan saja jika kalian berada diposisi mereka, memiliki fans yang jumlahnya gila-gilaan dan semuanya meminta folbek dari kalian. Kalau isi timeline kalian cukup oke sih masih fine-fine saja, tapi kalau hanya sekedar anak alay yang sedang labil dan butuh perhatian (kalau kata idolaku sih istilahnya fakir perhatian, hahaha), ooowww bagaimana kondisi mata dan hati kalian setiap kali membuka twitter?
Dari sinilah pada akhirnya aku menjadi paham dan merasa kasihan dengan para idola itu. Mereka manusia biasa, pernah lelah, pernah sakit, memiliki keterbatasan tapi harus tetap terlihat sempurna setiap saat. Bayangkan itu. Kalau aku sih tidak akan pernah sanggup. Nah kalau kalian?

Jumat, 17 Mei 2013

Sebuah Pesan

Aku terdiam. Merenung dan menyesali. Harus seperti inikah kaumku? Sedemikian terlihat rendah dan murahkah? Haruskah dengan cara demikian kamu memenuhi kebutuhan hidup?
Aku menyandarkan kepalaku di dinding kantorku. Shock yang kurasakan kali ini. Baru saja salah seorang teman atasanku menunjukan foto-foto dalam HPnya. Bukan foto sembarangan. Bukan foto-foto yang layak kulihat dan diperlihatkannya. Seharusnya, dia menjaga foto-foto itu. Tapi nyatanya, dengan mudahnya diperlihatkannya kepadaku. Padahal, aku bukan siapa-siapa. Bukan teman ataupun kerabatnya. Aku hanyalah orang asing, seharusnya begitu.
Tahukan kamu, foto apa yang aku lihat tadi. Foto-foto mesranya dengan sang pacar yang ditunjukkannya padaku. Bukan hanya mesra tapi setengah telanjang. Background foto-foto itu sama semua, kamar hotel, Beberapa foto menunjukan dia dan sang pacar, dimana dia terlihat setengah dada tanpa pakaian, sedangkan si wanita hanya menutupi diri dengan selimut hotel saja. Ada beberapa fotonya yang memperlihatkan foto si wanita yang setengah telanjang. Bagian dadanya dibiarkannya tanpa sehelai benangpun. Lalu teman atasanku itu menunjukan lagi foto-foto yang lain. Kali ini lebih ekstrim. Foto-foto  kemaluan wanita yang terpampang disana. “Ini pacar saya yang di makasar,” katanya sembari menunjukan foto mengerikan tadi. Aku bergidik. “Yang foto bareng sama Mr tadi bukan pacar yang di Makasar ya?” tanyaku. “Bukan. Yang ini pacar saya yang di Cakung.” Oh…shit!!!
“Saya shock Mr. Cewek-cewek bego bego banget ya,” ujarku pedih. Dia tertawa, “Bego-bego ya?”
Bolehkah aku menangis saat ini, membayangkan dan memikirkan hal mengerikan yang aku tahu saat ini.
Aku menyadari sesuatu, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa.Aku tidak bisa memberitahukan para wanita tadi karena aku tidak mengenal mereka.Kalaupun aku tahu dan memberitahukannya, apakah mereka percaya kepadaku?
Kenyataannya aku tahu semua. Dengan mata kepalaku sendiri aku melihat bagaimana wanita diperlakukan sedemikian rendah. Tapi, sekali lagi…aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Seandainya wanita-wanita itu tahu bahwa pacar mereka yang katanya seorang CEO PT eksport import Indonesia itu hanyalah seorang pengangguran. Seandainya mereka juga tahu bahwa di Indonesia ini pacarnya adalah seorang imigran gelap dari Korea. Seandainya mereka tahu bahwa pacarnya itu untuk hidup sehari-hari saja mendapatkan bantuan dari kanan kiri. Seandainya mereka tahu bahwa pacarnya ini memiliki istri dimana-mana. Dan seandainya mereka tahu bahwa pacarnya ini jauh sebelum bertemu mereka pernah tinggal serumah dengan wanita Indonesia tanpa ikatan perkawinan bertahun-tahun lamanya. Seandainya mereka semua tahu itu, apakah mereka bersedia merelakan keperawanannya hilang begitu saja?
Aku menunduk pilu. Apakah semua ini karena uang? Uang yang mereka pikir ada di depan mata mereka ternyata hanyalah sebuah khayalan semata.
Aku kembali teringat foto-foto itu. Ingin rasanya aku marah. Mengapa sedemikian rendah dan hinanya kaumku. Kenapa sedemikian mudahnya mereka percaya laki-laki yang hanya dikenal dari Facebook saja. Kenapa??? Apakah mereka tidak bisa berpikir seandainya saja foto-foto itu tersebar luas? Apa jadinya mereka, keluarga mereka, teman-teman mereka??? Bagaimana masa depan mereka????
Aku marah mengingat bagaimana teman atasanku itu memperlihatkan foto-foto itu. Dengan mudahnya, tanpa malu, tanpa perasaan berdosa. Miris. Sedih. Hancur rasanya hatiku karena aku merasa harga diriku sebagai perempuan juga ikut direndahkan.
Sebuah renungan, sebuah pengalaman, sebuah pembelajaran bagi semua wanita diluar sana. Jadilah hebat dan jadilah kuat. Jadilah mahal dan jadilah pintar untuk menjaga harga diri kita sendiri.






Minggu, 21 April 2013

About Korean People

Ok… hari ini gw mo ngeblog lagi. Smoga aja ga mati lampu kayak yg udah-udah. Mateklah gw pas lagi enak-enaknya ngetik tiba-tiba mati lampu aja gitu. Kebayang dong gimana nyeseknya?
Ya udahlah…anggep aja lagi sial. Kita lupakan masalah itu. Kali ini gw mo cerita, sekedar berbagi pengalaman yang gw tau. Ok….jd pengalaman yang gw tau itu adalah….kebetulan gw kerja ma orang korea. Jadi sedikit banyak gw tau tentang mereka. Gw mo cerita dikit kali ini. Tapi bukan soal K-Popnya ya, karena gw bukan pecinta K-Pop jadi gw beneran buta masalah itu. Gw mo cerita aja tentang kebiasaan mereka, kehidupan mereka yg selama ini gw tau. Smoga aja bguna…
Mmmm…orang korea itu yang gw tau adalah….
1.       Mereka keras. Keras dalam banyak hal. Keras kalo lagi ngomong / pun marah. Suka tereak-tereak. Tapi kalo udah marah ya udah cuma sebentar abiz itu lupa. Beda ma orang Indonesia kalo marah cenderung nahan tapi bisa mpe ratusan taon and ngedumel dalam hatinya ga kelar-kelar (halah…lebay. Hahaha). Mereka juga keras dalam mendidik anak. Senin – Sabtu adalah jadwal anak-anak mereka untuk belajar, baik belajar di tempat formal / informal. Semua les diikutin. Mulai dari les pelajaran sekolah maupun les renang, les music, balet, dsb. Hari libur belajar cuma di hari minggu aja. Bahkan ada boss gw yg pernah bilang gini “dulu waktu saya kecil, kami tidak tau kenapa kami belajar? Yang kami tau kami belajar karena kami tidak ingin dipukul”
Mukul anak itu udah jd hal yg biasa utk org korea. Bahkan waktu itu gw pernah nemuin anak boss gw ngumpet di bawah meja. Gw tanya kenapa dia ngumpet disitu. Katanya “papa nya pukul aku, ini sakit (nunjuk tangan kiri) ininya juga sakit (nunjuk tangan kanan). Papanya pukul, aku nya disini (maksudnya papanya pukul aku makanya aku ngumpet di sini)”. Mmmm…didikan mereka keras tapi itu yg bikin anak-anak ini mandiri. Mereka jadi punya banyak kemampuan karena dari kecil dibiasain les ini itu. Semua org korea yg gw temuin pasti bisa maen piano, ga peduli org tua / pun anak-anak. Cewek / cowok. Semuanya pasti bisa dan jago!!! Gw ngiri gila dalam hal ini.
2.       Sama yg lebih tua teramat sangat menghormati. Setiap kali ketemu mereka pasti bilang anyeonghaseyo sambil nunduk-nunduk gitu kepalanya. Itu harus, ga boleh ga. Bahkan boss gw mengajarkan hal itu ke anak-anaknya dari mereka masih kecil. Kalo si anak ketemu orang n cuma diem aja maka boss gw akan megangin kepala anaknya supaya mo nunduk sambil bilang anyeonghaseyo.
Tapi karena kebiasaan yang terlalu menghormati orang lain itulah ada sifat jelek mereka yang gw ga suka. Mereka jd ga berani negor bangsanya kalo mereka salah. Jadilah gw yang ketiban apesnya. Marah sama siapa tapi gw yg ditereak-tereakin. Mmm....semacam tempat sampah gw pikir-pikir. Tapi ya udahlah...lupakan masalah itu. Ga bagus curhat di social media. hahahaha
3.       Dalam hal kerjaan mereka keren. Kerjasama nya diacungin jempol. Ga peduli tua / muda. Ga peduli jabatan juga. Mereka mau kerjasama saling bahu membahu. Bahkan pernah waktu tempat gw kerja atapnya kena puting beliung, pada terbangan itu genteng. Keadaan ujan jadilah bocor dimana-mana. Smua orang korea gerak pada saat itu. Ada yang ngepel, ada yang mindahin barang. Kece pokoknya.
4.       Dalam hal keuangan…beuh, jgn macem-macem. Uang seratus rupiah aja ditanyain. Dulu pernah gw bayar listrik…kadang kan suka ada nominal 75 peraknya tu. Gw genapin jd Rp 100 aja itu ditanyain. Dibilangnya bayarnya pk ATM aja laen kali biar sesuai nominal. Tp gw cuek aja, besok-besoknya ga ditanyain lagi tu. Hehehe.
5.       Di korea sana…itu ada peraturan begini… nikah sekali untuk seumur hidup. Gada perceraian. Kalo sampai cerai maka semua harta akan dikasih ke pihak istri. Si suami ga akan dapet apa-apa. Sedangkan si istri walaupun dia dapet semua kekayaan si suami tp dimata masyarakat korea itu dipandangnya udah jelek banget. Ga akan laku lagi. Katanya sih gitu. Makanya walaupun orang korea kalo lagi berantem sm istrinya sampe tonjok-tonjokkan / bahkan pot bunga melayang…gada perceraian diantara mereka. Gw udah biasa ngeliat boss gw yang cewek tiba-tiba nangis terus temen-temennya yang sesama ibu-ibu juga suka melukin mereka. Tanpa perlu nanya lagi, gw pasti tau dia kenapa. Mmmm…. Kalo di Indonesia peraturannya gini juga gimana ya???
6.       Di korea gada istilah asisten rumah tangga. Ga sanggup bayar, karena  mahal katanya. Jadilah semua urusan rumah tangga di kerjain sendiri. Tapi karena disini semuanya serba murah… ya udah mereka terbiasa n jadi keenakan tinggal di Indonesia. Hahahaha
7.       Semua orang korea yang gw liat disini itu awet muda. Damn… gw heran. Ada boss gw umur 45 tapi wajah 28 an. Kebalik ma gw, umur 20an tapi wajah 40an. Oke, cukup. Ga usah dibahas masalah wajah gw yang boros ini. Gw suka kesel sendiri. Hahaha. Ga tau juga ya karena apa wajah mereka bisa imut-imut gt. Cantik pake banget. Ganteng pake banget. Ada tu salah 1 boss gw, cowok. Pertama kali gw masuk kerja gw dah naksir. Mirip lee min ho. Ternyata anaknya 2. Ooohh…. Patah hatiku jdnya. Ckckckck…
Udah dulu ah, cukup sekian gw ngeblog nya hari ini. Gw mo kerja dulu. Mpe ketemu lagi dengan cerita gw yang laennya, entah kapan juga gw bikinnya. Hahahaha…abiznya tiap gw mo nulis slalu aja ada halangannya, yg tiba-tiba mati lampu lah…atau bahkan hp yg tiba-tiba ngehang pas mo nulis. Hhhhh…kurang sajen keknya ni blog. Okehsip…thx udh menyisakan waktunya utk baca blog gw ini. Ga tw jg penting / ga bwt kalian. Tp mamacih banget ya :)



Kamis, 14 Februari 2013

Life Must Goes On

 Hei...kecebong galau, cewek galau, miss galau, tante galau, pokoknya semua yg berbau galauers itu mulai disematkan untukku, tepatnya sejak 3 minggu yang lalu aku resmi mendapat julukan itu dari orang orang terdekatku. Semenjak putus dari Nino aku menjadi orang yang berbeda. Orang yang lebih senang menikmati kesedihan, merasa teraniaya dan menyalahkan keadaan. Tidak peduli lagi penampilan bahkan kesehatanku sendiri.
Duniaku seakan hancur ketika 3 minggu yang lalu Nino mengungkapkan fakta yang sangat sulit kuterima bahkan hingga waktu yang lama. Dia "tidur" dengan temannya sendiri disaat dia hendak akan melamarku. Seperti bom yang tiba-tiba saja meledak, aku tidak bisa berlari untuk sembunyi. Aku shock. Aku hancur. Berharap itu adalah mimpi tapi faktanya itu adalah nyata. Berharap aku bisa bangun dan mengatakan...hei ini cuma mimpi loh, tenang, ga usah khawatir. Tapi aku tidak bisa. Karena aku sedang tidak tidur sekarang, sedang tidak bermimpi. Jadi sesulit apapun itu aku harus hadapi. Niat hati ingin melupakan tapi bayangan dan segala kenangan yang tersisa menghancurkan segalanya.
Bagaimana mungkin ini terjadi? Hubungan kami baik-baik saja sebelumnya, semuanya berjalan dengan baik dan indah. Tapi tiba-tiba semua itu terjadi. Mimpi-mimpi itu seakan baru kemarin kurajut. Harapan itu baru saja kubentangkan. Tapi sekarang sia-sia belaka. Baru kemarin dia bilang mau melamarku, memberikanku janji-janji yang begitu manisnya. Tapi sekejap saja semuanya buyar tak bersisa. Tidak akan ada lagi rencana rencana pernikahan antara aku dan dia. Semuanya terpaksa selesai. Ya...terpaksa selesai. Sebetulnya aku masih berharap hal ini bisa diperbaiki. Aku mau memberinya kesempatan lagi. Tapi kesempatan yang kuberikan ditolaknya. 

"Aku takut mengingkari janji lagi. Dan itu pasti akan menyakitkan buat kamu. Jadi lebih baik aku mundur" begitu ujarnya ketika kutanyakan apakah dia akan mempergunakan kesempatan yang kuberikan padanya dengan baik jika aku memaafkannya.
Tapi ternyata dia menolaknya.
Aku menunduk sedih. Semua hal yang telah terlewat berkejar-kejaran dalam pikiranku. Aku kembali mengingat awal perkenalanku dengannya. Dunia mayalah yang mempertemukan kami. Aku tertarik padanya dari fisik awalnya. Lalu sifatnya yang jutek menambah rasa penasaranku. Aku ingin tahu sifat asli cowok sejutek dia. Karena yang kutahu tipe cowok seperti ini sebenarnya lembut.
Ya aku penasaran. Aku ingin mengenal dia lebih jauh lagi. Aku tahu dia baru putus waktu itu tapi bukan suatu penghalang buatku untuk mendekatinya.
Sulit mendekati cowok galau, cowok yang baru putus cinta dan sedang patah hati seperti Nino ini. Suasana hatinya seringkali tidak stabil. Dia bisa terlihat ceria dan baik-baik saja tapi dilain waktu dia bisa saja yang tiba-tiba marah tanpa sebab. Kesabaranku benar-benar diuji kali ini. Aku si ratu marah dan egois ini harus banyak bersabar. Harus mengerti dia dan memahaminya. Kucoba segala cara untuk membuatnya tersenyum dan nyaman berteman denganku.
Tiap hari aku selalu mengupayakan untuk bisa mengobrol dengannya walaupun hanya lewat YM saja. Ya...aku di Jakarta dan Nino di Lombok, dia bekerja di sana. Jadi hanya teknologilah yang mendekatkan hubungan kami.

2 bulan pendekatan kami, akhirnya aku pun resmi menyandang gelar menjadi pacarnya. Pada saat itu aku tidak langsung menerimanya. Ada perasaan takut dalam hatiku ditinggalkan orang yang kusayangi. Perasaan trauma di masa lalu lalulah yang membuatku menjadi demikian. Tapi Nino terus-terusan meyakinkanku bahwa rasa pahit di masa lalu tidak akan aku rasakan lagi jika bersamanya. Aku percaya dan kuterima dia.
Rasanya senang luar biasa ketika semua berjalan baik-baik saja. Sifatnya yang lembut membuatku yakin bahwa dia adalah sosok yang Tuhan kirimkan untukku.
Tapi kebahagiaanku tidak berjalan lama karena tiba-tiba Nino berubah. Dia tidak selembut lagi diawal-awal masa pacaran kami. Dia menjadi lebih cuek dan dingin. Aku berpikir mungkin dia sedang mengingat mantannya waktu itu. Ok...aku mencoba mengerti saja. Aku memahami, memang tidak mudah melupakan mantan setelah bertahun-tahun pacaran.
Kebingunganku pun terjawab. Aku mengerti sekarang kenapa dia tiba-tiba berubah. Twitterlah yang memberitahukan segalanya. Tweet- tweetnya yang dia tujukan kepada sang mantan yang membuatku tersadar betapa besar rasa cintanya kepada mantannya itu. Bahkan disaat dia sudah resmi menjadi pacarku pun dia masih mengatakan I love u dan I miss u untuk mantannya.
Aku lemas seketika. Sedih luar biasa. Aku menangis saat itu ketika menyadari ternyata aku hanyalah pelariannya saja. Ingin rasanya aku mundur saat itu. Tapi rasa sayangku yang besar membuatku kembali bersemangat untuk memperjuangkan ini. Aku yakin suatu saat nanti Nino pasti akan bisa menerimaku dalam hidupnya.
Aku yakin itu, tidak ada yang tidak mungkin selagi kita mau berusaha dan berdoa. Dan saat-saat yang kunantikan pun akhirnya tiba. Masa liburan waktunya Nino pulang ke Jakarta. Satu minggu Nino di Jakarta dan selama itu pula waktunya banyak dihabiskan untukku. Aku dikenalkan kepada orang tua dan teman temannya. Orang-orang terdekatnya begitu mendukung hubungan kami. Aku senang. Usahaku akhirnya membuahkan hasil. Aku merasa Nino menyayangiku. Dia begitu baik dan perhatian kepadaku. Hal yang sangat kunantikan selama ini. Tuhan memang baik. Dia izinkan hal baik terjadi dalam hidupku. Dia tidak izinkan usahaku sia-sia.
1 minggu lewat. Saatnya Nino kembali ke lombok. Aku begitu sedih. Ada sesuatu yang membuatku begitu berat melepas kepergiannya untuk pulang ke lombok saat itu. Entah apa yang membuatku merasa berat. Aku tidak bisa jabarkan. Tapi ada sesuatu yang mengganjal hatiku.

"Apa sih yang bikin kamu berat untuk ngelepas aku pulang ke lombok?" Tanya Nino waktu itu. Tapi aku tidak bisa menjelaskan karena aku juga tidak tahu jawabannya.
"Apa perlu aku ga jadi berangkat ke lombok?" Tanyanya. 
"Trus kamu ngapain ntar di jakarta?" Jawabku balik bertanya.
"Jadi pengangguran" sahutnya.  Oooo....bukan tipeku seperti itu. Aku tidak bisa membiarkan dia menjadi pengangguran di Jakarta. Aku tidak seegois itu. Maka kupendam semua perasaan yang berkecamuk dalam hatiku. Perasaan khawatir dan takut yang begitu besarnya tapi sama sekali tidak bisa kumengerti sebab dan maksudnya.
Nino pun pulang ke lombok. Hubungan kami semakin dekat dan membaik. Nino semakin lembut dan perhatian kepadaku. Dia mengatakan bahwa ibunya memberikannya modal untuk melamarku. Wow....magic. Ibunya begitu merestui hubungan kami padahal aku baru 2 kali bertemu dengan beliau. Kebahagiaanku semakin bertambah- tambah. Harapanku berjalan seperti yang aku mau. Aku semakin meyakini bahwa Nino lah jodohku.
Tapi semua berubah ketika tiba tiba Nino mengakui dosanya. Sulit kuterima semua itu. Bayangan Nino ketika tidur dengan wanita itu terus mengusikku. Dia mengucapkan akan melamarku setelah melakukan "itu" dengan wanita lain. Kejutan yang luar biasa. Dan ternyata inilah jawaban dari rasa tidak ikhlasku membiarkannya pulang kemarin. Karena di lomboklah dia mengkhianatiku. Damn...
Aku sulit memaafkan dan menghapus bayangan itu. Tapi aku juga tidak bisa memungkiri betapa aku menyayanginya. Berminggu minggu aku belum bisa menerima keadaan ini bahkan disaat statusnya bukan lagi sebagai pacarku.
Bukan hal yang mudah untuk bisa menerima keadaan ini. Aku perlu waktu. Kutuangkan kegalauanku pada twitterku. Nino pun membaca sebagian  tweetku. 

Suatu hari dia mengatakan begini " Jangan galau terus di twitter. Aku jadi semakin ngerasa bersalah nantinya. Kalo besok besok aku masih ngeliat kamu galau, aku mau remove  semua hal yang berhubungan sama kamu". 
Damn....sakit rasanya hatiku. Dia sama sekali tidak mengerti perasaanku. Perasaan bersalahnya itu untuk apa kalau pada akhirnya dia menghapus smua hal tentangku apabila aku masih terus terusan bersedih seperti ini? Dia yang membuatku begini tapi kenapa dia masih saja tidak mau mengerti keadaanku.
Dan....pada akhirnya inilah yang membuatku tersadar. Dia bukan orang yang tepat untukku. Dia tidak benar benar mencintaiku jadi buat apa aku terus-terusan terpuruk hanya untuk dia.
Tuhan sudah begitu baik membuat semuanya berhenti dengan cepat disaat belum benar-benar terlambat. Seringkali rasa sakit membuat kita semakin kuat. Coba lihat segelas mug. Awalnya dari tanah liat. Dibentuk terlebih dahulu, dikeringkan dan dibakar pada suhu yang panas. Suhu panas membuatnya semakin kuat.  Dan ketika proses yang harus dia lewati selesai, apa yang terjadi? Dia menjadi bentuk yang lebih kuat, cantik dan berguna kan?
Begitulah Tuhan membentuk kita. Dari rasa sakit itulah Tuhan mau menjadikan kita pribadi yang lebih kuat dan berguna bagi orang lain. Bersyukur dan nikmati saja proses itu.
Wanita seringkali lebih menggunakan hatinya daripada logikanya. Kita tahu kebenarannya tapi berusaha menutupi dengan perasaan dan kemungkinan-kemungkinan yang kita buat sendiri. Cinta itu tidaklah buta. Kita sendirilah yang membuatnya menjadi buta. Kita tahu mana yang benar dan mana yang salah, tapi seringkali kita membuat yang salah menjadi benar. Orang seringkali takut kehilangan, takut kesepian dan takut merasakan kesedihan, daaaannnn....itulah yang membuat cinta yang salah semakin bertambah berat dan dalam. Hingga akhirnya istilah cinta itu buta pun menjadi nyata.
Dulu aku berpikir kalau aku galau di media sosial maka mantanku akan melihat, merasa kasian lalu hubungan kami akan terajut kembali. Tapi ternyata itu salah!! Karena kenyataannya ketika mantan-mantan kita melihat kegalauan kita mereka akan tertawa. Mereka merasa besar kepala. Oleh karena itu jaga harga diri kita. Jangan tunjukkan kelemahan kita didepan dia apalagi pada sebuah media sosial dimana semua orang akan melihat.
Ingat...kita adalah wanita hebat. Jangan turunkan harga diri kita untuk seseorang yang belum tentu memikirkan kita. Tunjukkan kepada dia, kepada dunia bahwa tanpa dia hidup kita tetap baik-baik saja. Ketika rasa sakit hati atau rasa rindu menyergap tiba-tiba

 tahan itu. Nikmati saja. Jangan sedikitpun menghubunginya. Jangan beritahukan kegelisahan dan kegalauan yang tengah kita rasakan. Jangan biarkan dia tertawa melihat kondisi kita. Bawa itu semua dalam hal positif. Ketika dia pergi tunjukkan padanya bahwa hidup kita jauh lebih baik. Kita jauh lebih pintar dan jauh lebih cantik. Seperti kata seorang Deddy corbuzier dalam talkshownya bahwa untuk bisa mendapat Pangeran kita harus menjadi seorang Putri terlebih dahulu kan? Bahkan seorang Mario Teguh pun pernah mengatakan bahwa wanita baik untuk laki-laki baik dan sebaliknya. Jadilah pribadi yang berkelas yang akan memantaskanmu untuk cinta yang lebih berkelas. Itu betul.
Ada 2 kutipan yang membuatku semangat "We may love the wrong person, and cry over the wrong person. But one thing is for sure mistake help us find the right person".

"Sometimes God doesn't give you what, you think, you want. Not because you don't deserve it. But because you deserve more."
Luar biasa kan?  Maka itu...semangat terus teman-teman. Jadikanlah motivasi Mario Teguh dan Deddy Corbuzier itu menjadi nyata. Kemarin mungkin hujan atau bahkan hari ini mendung, tapi bukan berarti esok mentari akan berhenti bersinar kan? Selalu ada pelangi setelah hujan. Akan datang terang setelah gelap. Selalu ada kebahagiaan setelah kesedihanmu. Shit happens but life must goes on.  Maka itu bersemangatlah hadapi hari harimu dengan senyuman, seberat apapun itu :).